Politikus Gerindra Minta Stop Pengibaran Bendera One Piece: Merusak Kekhidmatan HUT ke-80 RI

Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Danang Wicaksana Sulistya meminta masyarakat tidak mengikuti tren pengibaran bendera bajak laut dari anime One Piece menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80.

Ia menilai, fenomena tersebut bisa menodai kekhidmatan dan semarak kemerdekaan yang bersifat sakral bagi bangsa Indonesia.

“Saya minta tren pengibaran bendera One Piece dihentikan. Jangan sampai kita ikut-ikutan hal yang sebenarnya tidak ada relevansinya dengan semangat perjuangan kemerdekaan. Ini bisa mencederai nilai-nilai nasionalisme,” kata Danang dalam keterangannya, Sabtu (2/8/2025).

Danang menyebut peringatan kemerdekaan bukan sekadar seremoni, tetapi momentum untuk mengenang jasa para pahlawan dan memperkuat semangat persatuan bangsa.

Karena itu, segala bentuk simbol yang ditampilkan dalam rangka menyambut HUT RI sebaiknya mengacu pada nilai-nilai kebangsaan.

“Mari rayakan kemerdekaan dengan cara yang pantas. Jangan asal ikut tren, apalagi yang bisa mengganggu ketertiban atau menimbulkan polemik di tengah masyarakat,” ujarnya.

Danang juga mengajak generasi muda untuk lebih bijak dalam menyikapi budaya populer dan media sosial.

“Semangat kemerdekaan dapat diwujudkan melalui aksi-aksi positif seperti lomba kemerdekaan, kegiatan sosial, hingga penghormatan terhadap simbol-simbol negara,” pungkasnya.

Fenomena Bendera One Piece Jelang HUT ke-80 RI, NasDem: Ekspresi Politik yang Salah Alamat!

Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya, menanggapi fenomena maraknya pengibaran bendera bergambar tengkorak bertopi One Piece di sejumlah daerah di Indonesia.

Menurutnya, fenomena ini adalah bentuk ekspresi politik dari sebagian masyarakat, namun sayangnya diarahkan ke sasaran yang tidak tepat alias salah alamat.

“Ini adalah ekspresi politik yang sayangnya salah alamat. Gugatan terhadap pemerintah jangan sampai mengurangi patriotisme atau rasa cinta Tanah Air,” ujar Willy dalam keterangannya, Sabtu (2/7/2025).

Ia menilai bahwa tindakan tersebut mencerminkan ketidakmampuan sebagian masyarakat dalam membedakan antara negara dan pemerintah.

“Gugatannya ditujukan terhadap pemerintah, tapi yang kena adalah negara. Ini menunjukkan kurangnya literasi sebagian anak bangsa tentang mana negara, mana pemerintah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Willy menjelaskan bahwa pengibaran bendera One Piece tidak bisa disamakan dengan tindakan melecehkan simbol negara, apalagi tidak tergolong dalam bendera terlarang seperti bendera separatis atau negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.

“Selama tidak melecehkan Merah Putih, misalnya menempelkan simbol One Piece di atasnya, maka itu bukan pelanggaran serius. Saya lihat juga posisinya di bawah Merah Putih,” katanya.

Willy pun mengajak publik untuk menyikapi fenomena ini secara proporsional. Semua dilakukan agar masyarakat tidak terjebak dengan pemikiran-pemikiran tertentu.

“Membunuh nyamuk tidak perlu menggunakan granat atau mesiu. Responsnya harus tetap proporsional. Jangan sampai kita terjebak dalam provokasi,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu dia juga menggarisbawahi bahwa ekspresi seperti ini biasanya muncul dari kalangan muda yang penuh energi, idealisme, dan keberanian menggugat ketidakadilan. Namun, menurutnya, semangat itu sering kali tidak dibarengi dengan nalar yang cukup.

“Ekspresinya jadi sporadis, meskipun genuine dan unik,” ujarnya.

“Kalau negara hadir dengan keadilan dan kesejahteraan, bendera One Piece pun tak akan digubris, karena gugatan itu tak relevan,” sambungnya.

Meski begitu, ia menolak gagasan untuk merespons aksi ini dengan tindakan represif atau bahkan ajakan dialog langsung kepada pelaku pengibaran.

“Fenomena semacam ini cukup dicermati dan dipahami. Jangan justru terjebak dalam provokasi,” jelasnya.

Willy mengajak semua pihak untuk memperbaiki kanal-kanal dialog di dalam kehidupan berbangsa.

“Kalau tidak ada dialog, itu bukan bernegara, tapi berkuasa. Jangan-jangan ini muncul karena ruang-ruang dialog tersumbat,” katanya.

Respons Pemerintah

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto tak mempersoalkan pengibaran bendera serial manga dan animasi One Piece karena aksi itu bagian dari ekspresi dan kreativitas warga yang memuat harapan serta refleksi.

“Menurut saya dalam negara demokrasi ekspresi itu wajar, sejauh itu tidak bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya saat melakukan kunjungan kerja di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (2/8) seperti dilansir Antara.

Bima Arya menegaskan bendera yang harus berkibar ke seluruh penjuru Nusantara saat perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2025 hanya bendera Merah Putih.

Menurutnya, Presiden Prabowo sudah meminta para menteri untuk berada di perbatasan negara dan mengibarkan bendera Merah Putih.

“Kalaupun ada ekspresi (pengibaran bendera) One Piece, maka kami lihat ekspresi atau ekspektasi sebagai bahan masukan tentunya,” ucap Mantan Wali Kota Bogor tersebut.

Baginya, pengibaran bendera One Piece mungkin saja merupakan bentuk kritikan terhadap kondisi negara, namun ia mengingatkan agar penyampaian kritikan juga jelas melalui ekspektasi maupun aspirasi.

Bima Arya menilai aksi pengibaran bendera Once Piece sama halnya seperti pengibaran bendera-bendera organisasi yang sering dilakukan oleh masyarakat, seperti bendera pramuka, bendera Palang Merah Indonesia (PMI), maupun bendera cabang olahraga.

“Tidak ada yang melarang mengibarkan bendera, kecuali bendera-bendera organisasi yang dilarang. Ideologi yang dilarang itu enggak boleh,” pungkasnya.

More From Author

Anies Beri Bocoran Reaksi Tom Lembong Dapat Abolisi dari Prabowo

AC Milan, Catat! Juventus Sudah Tetapkan Harga Jual Vlahovic